KH Munsif Nahrowi, sosok ulama kharismatik dari Singosari, Malang, telah meninggalkan jejak yang dalam bagi masyarakat kkota Malang. Beliau tidak hanya dikenal sebagai seorang ulama, tetapi juga sebagai seorang pendidik, tokoh masyarakat, dan pejuang Islam yang gigih. Kelahirannya di lingkungan pesantren telah menanamkan nilai-nilai keislaman yang kuat dalam dirinya sejak kecil. Kiprahnya dalam dunia pendidikan dan dakwah Islam begitu luas, sehingga menjadikan beliau sosok yang sangat dihormati dan dicintai oleh banyak orang.
Salah satu sifat yang paling menonjol dari KH Munsif adalah kesederhanaannya. Dalam kehidupan sehari-hari, beliau selalu tampil sederhana dan tidak menyukai kemewahan. Rumahnya yang sederhana dan jauh dari hingar bingar kota menjadi cerminan dari kesederhanaan hatinya. Beliau sering kali mengingatkan kepada para santrinya bahwa kebahagiaan sejati tidak terletak pada harta benda, tetapi pada kedekatan dengan Allah SWT. Mochammad Sholeh, Sekretaris Yayasan Sabilillah, sering menyaksikan bagaimana beliau datang ke yayasan dengan sederhana, bahkan sering kali tanpa didampingi sopir. Kesederhanaan inilah yang membuat beliau begitu dekat di hati seluruh santri dan pengurus
Salah satu keistimewaan KH Munsif yang paling membekas di benaknya adalah ingatan beliau yang luar biasa. Beliau mampu mengingat dengan sangat detail setiap pertemuan, percakapan, bahkan sejarah panjang Yayasan Sabilillah. “Eh Mad, nde endi acara’e wong-wong?” sapa beliau pada suatu kesempatan. Kalimat sederhana itu membuatnya merasa begitu dihargai. Ingatan beliau yang tajam menjadi sumber inspirasi bagi seluruh civitas akademika untuk senantiasa mengingat sejarah dan menghargai jasa para pendahulu.
Kecintaan KH Munsif terhadap anak muda sangatlah besar. Beliau selalu meluangkan waktu untuk berinteraksi dengan para pemuda dan pemudi. Beliau sering memberikan nasihat dan motivasi kepada mereka agar menjadi generasi muda yang berakhlak mulia dan bermanfaat bagi bangsa dan agama. KH Munsif juga aktif dalam berbagai organisasi kepemudaan, seperti IPNU dan PMII. Beliau melihat potensi besar pada generasi muda dan berharap mereka dapat menjadi penerus perjuangan Islam. Bagi para santri, beliau bukan hanya seorang ulama, tetapi juga seorang sahabat yang selalu siap memberikan dukungan.
Meskipun fisiknya telah tiada, semangat juang KH Munsif tetap menyala. Beliau memiliki cita-cita untuk menulis buku tentang sejarah Pondok Bungkuk dan para masyayikhnya. Cita-cita ini menjadi tugas bagi generasi penerus untuk melanjutkan dan mewujudkan. Pertemuan terakhir Mochammad Sholeh dengan KH Munsif saat takziah di pemakaman Pondok Bungkuk menjadi momen yang sangat berkesan. Saat itu, KH Munsif menunjukkan lokasi makam para sesepuh dan bahkan telah menyiapkan tempat peristirahatan terakhirnya sendiri. Peristiwa ini menjadi bukti nyata akan kesiapan beliau menghadapi kematian dan menjadi pesan bagi kita semua untuk selalu siap bertemu dengan Sang Pencipta.
Selamat jalan kiai, jasamu kini abadi….
Leave a Reply