Sejarah Makam Bungkuk dan Kaitannya dengan Masjid Sabilillah

“Tak ada rasa memiliki tanpa adanya ikatan batin, seperti tak kenal maka tak sayang” Memang ungkapan itu cocok untuk kegiatan LAZIS Sabilillah kali ini. Pada tanggal 22 Oktober dalam memperingati HSN (Hari Santri Nasional), LAZIS Sabilillah melaksanakan giat ziarah ke makam Bungkuk Kab. Singosari. Agenda itu bertujuan untuk mengenang jasa para pejuang laskar Sabilillah dalam melawan penjajah. Pembacaan doa sebagai pembukaan acara, sedangkan puncak acara, yaitu mauidhotul hasanah oleh KH. Munsif Nahrowi Thohir dengan judul “Napak tilas sejarah Laskar Sabilillah”. Dalam dawuhnya, diharapkan supaya para pengurus LAZIS Sabilillah bisa mengenal KH. Masykuri. Kiai. Munsif juga menganjurkan mengenal KH. Masykuri agar ada ikatan batin di antara petugas Lazis karena jika ada ikatan batin maka akan ada rasa memiliki sehingga akan berusaha memperbaiki.
Ust. Abdul Adzim saat memberikan bunga kepada makam kiai Masjkur
Kiai yang juga dewan pembina yayasan Sabilillah itu menuturkan tentang sejarah penyebaran islam di Singosari. Tempat yang dikenal bungkuk ini adalah tempat KH. Hamim mengajar ngaji dan yang berdatangan mayoritas mualaf, Karena mereka dulu pemeluk agama Hindu, sedangkan pada agama Islam di ajarkan Sholat (Ruku’) posisinya seperti orang membungkukkan diri. Maka di sebutlah daerah Bungkuk. Petilasan ini di renovasi 16 tahun yang lalu, dengan peletakan batu pertama di hari Jumat oleh Pak Tolhah Hasan. Saat renovasi banyak bantuan datang, seperti semen,besi,tenaga dari orang-orang yang tidak di kenal, dan makanan dari warga sekitar karena banyaknya makanan yang datang mengharuskan pembuatan jadwal supaya tidak membuang-buang makanan. Renovasi ini menyisakan 4 Tiang yang terbuat dari pohon jati sebagai bukti peninggalan petilasan Raja Kertanegara. Tiga tahun setelah kemerdekaan Indonesia tepatnya tahun 1948 terjadi pemberontakan Madiun oleh PKI, selang 2 tahun PKI memasuki dunia pemerintahan Indonesia sedang pada tahun 1960 terdapat UU. PA (Undang-undang Peraturan Agraria), yaitu semua tanah yang kosong bebas di kuasai oleh negara, sedangkan PKI adalah pelaksananya, Jadi sebelum di rebut PKI tanah di daerah Masjid Sabilillah, Blimbing-Malang di ajukan oleh pak Camat Mansur ke KH. Nakhrowi agar mendapatkan surat tanah. Karena luasnya melebihi kriteria, maka harus di ajukan ke Jakarta oleh KH. Masykuri. Oleh sebab itu, Masjid Sabilillah merupakan monumen kemerdekaan RI. Selain karena dulunya adalah tempat berkumpulnya para syuhada’ dalam perang melawan agresi belanda, lapangan tersebut juga menjadi tempat para pejuang untuk berdzikir dan bermunajat. Saat ini, lapangan tersebut berubah menjadi masjid yang diinisiasi oleh Kiai Masjkur. KH. Masjkuri adalah menantu cucu dari Mbah Thohir yang menikahi Nyai. Fatimah dan memiliki putra yang bernama Saipul Masykuri. Sedang Mbah Thohir merupakan menantu Mbah Hamim dengan putri bungsunya Hj. Murthosiyah lewat perantara Abdul Manaf yaitu kakak ipar Hj. Murthosiyah sebagai ‘Mak comblang’. Sehingga Sabilillah masih memiliki keterkaitan dengan Bungkuk ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *