Wanita Dunia Menjadi Ratu Bidadari di Surga

Rasulullah SAW berkata “surga itu terletak pada telapak kaki ibu”. Artinya secara kontekstual, kebahagiaan, kesuksesan, kedamaian hidup seseorang itu tergantung bagaimana dia membahagiakan ibunya. Dengan kata lain, orang yang sering menyakiti hati orangtuanya, secara tidak langsung telah membuka pintu kesulitan-kesulitan dalam hidupnya.

Islam menghargai dan memuliakan kaum wanita sebagai seorang ibu. Hal ini digambarkan di dalam Alquran bagaimana seorang ibu selama sembilan bulan penuh bersusah payah, dengan rasa kekhawatiran atas keselamatan janin yang di dalam rahimnya. Tidak ada yang lebih besar dari pengorbanan seorang ibu. Sehingga pantaslah seorang ibu mendapat menjadi pintu surga bagi putra-putranya.

Tidak sedikit nyawa yang melayang ketika sedang melahirkan anaknya. Syekh Muhammad Ali Al-Shabuni di dalam kitab “Al-Zawazu Al-Mubakkir” berkisah panjang tentang Umar Ibn Al-Khattab yang dibentak dan dimaki-maki istrinya. Namun sahabat Umar tidak melayani dan juga tidak membantahnya. Umar juga tidak sakit hati. Karena Umar Ibn Al-Khattab tahu persis apa yang dirasakan istrinya. Seandainya pria memposisikan diri sebagai seorang wanita juga, pasti akan merasakan hal yang sama.

Muhtaram salah satu santri Mbah Maemun Zubair pernah bercerita seputar KH Maemun Zubair. Penah suatu ketika istri Mbah Maemun yang bernama Mastiah berkata-kata menyakitkan. Namun Mbah Maemun Zubair tidak melayani, beliau sangat sabar menerimanya. Akhirnya, Muhtaram dinasehati oleh KH Maemun Zubair “istri itu telah susah mendidik anak-anak, mulai dari memandikan, membersihkan kotoran, memncuci busana, serta mengatur anak-anaknya, juga masak untuk anak dan suamainya. Kita harus sabar menghadapi istri.[1]

Rasulullah SAW menghargai dan menghormati seorang ibu. Ketika pulang dari dagang dari negeri Al-Syam Rasulullah SAW menyempatkan ziarah ke Makam ibunya di Abwa tempat ibu di makamkam. Ketika Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, beliau pernah mengajak para sahabat menziarahi makam ibunya. Rasulullah SAW menangis, begitu juga dengan sahabat yang mengiringi baginda Rasulullah SAW. Dalam sebuah kesempatan Rasulullah SAW pernah berkata “celaka sekali orang yang memiliki kedua arangtua atau salah satunya namun tidak menjadikan dirinya masuk surga”[2].

Wanita yang sabar, rajin ibadah, taat kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW, juga terhadap suami, wajib baginya masuk surga. Bagi seorang wanita tidak perlu bersusah payah beribadah, cukup dengan “taat” kepadanya suami. Dengan catatan, tidak melaksanakan maksiat kepada Allah SWT. Kelak, kaum wanita akan mendominasi surga, mereka menjadi penghuni dan melengkapi keindahan surga.

Dari Abdullah dari Rasulullah SAW, beliau bersabda “shalat perempuan di dalam rumah lebih baik daripada shalatnya di dalam Hujr. Shalat perempuan di dalam Makhda’ lebih baik daripada shalatnya di dalam rumah (HR Abu Daud). Islam tetap membolehkan seorang wanita shalat di Masjid, dengan catatan tidak menimbulkan fitnah. Rasulullah SAW berkata “Janganlah kamu melarang hamba Allah yang perempuan ke rumah-rumah Allah (masjid). (HR Bukhari dan Muslim).

Ketika seorang wanita (istri), taat terhadap suaminya, maka kelak dia akan menjadi ratu di dalam surga Allah SWT. Dalam hal ini, Rasulullah SAW:

عَنْ عَلِيٍّ ، قَالَ رسول الله صلى الله عليه وسلم وَإِنَّ فِيهَا لَمُجْتَمَعَ حُورِ الْعِينِ يُنَادِينَ بِصَوْتٍ لَمْ يَسْمَعِ الْخَلائِقُ بِمِثْلِهَا : نَحْنُ الْخَالِدَاتُ، فَلا نَبِيدُ أَبَدًا، وَنَحْنُ النَّاعِمَاتُ، فَلا نَبْأَسُ أَبْدًا، وَنَحْنُ الرَّاضِيَاتُ، فَلا نَسْخَطُ أَبَدًا، فَطُوبَى لِمَنْ كَانَ لَنَا، وَكُنَّا لَهُ

Dari Sayyidina Ali RA, Rasulullah SAW bersabda, ‘Di surga terdapat perkumpulan para bidadari. Mereka menyeru dengan suara yang (keindahannya) belum pernah didengar semesta makhluk, ‘Kami kekal. Selamanya takkan binasa. Kami senantiasa bahagia. Selamanya takkan bersedih. Kami selalu lapang hati. Kami takkan pernah murka. Berbahagialah laki-laki yang mendapatkan kami dan kami mendapatkannya. (HR At-Turmudzi).[3]

Hadis ini menginspirasi kaum wanita, bahwa mereka akan menjadi ratunya bidadari di surga, karena telah bersusah payah beribadah kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, serta taat kepada suaminya. Sehebat apa-pun, bidadari surga, mereka tidak akan mampu menguasai seorang pria yang dulu pernah menjadi suami dari seorang wanita shalihah selama di dunia.

وكانت عائشة رضي الله عنها تقول إذا قلن الحور العين هذه المقالة أجابهن المؤمنات من نساء أهل الدنيا نحن المصليات وما صليتن ونحن الصائمات وما صمتن ونحن المتوضئات وما توضأتن ونحن المتصدقات وما تصدقتن قالت عائشة فغلبهن والله أعلم (رواه الترمذي)

Sayyidatina Aisyah RA mengatakan, jika para bidadari itu mengatakan demikian, maka perempuan beriman yang berasal dari dunia akan menjawab, ‘Kami melakukan shalat. Kalian tidak. Kami berpuasa. Kalian tidak. Kami berwudhu. Kalian tidak. Kami bersedekah. Kalian tidak.’ Sayyidatina Aisyah mengatakan, (keutamaan) mereka kemudian mengalahkan para bidadari itu.[4]

[1]Wawancara dengan Muhtaram, santri yang menemani Mbah Maemun Zubair selama 15 tahun menaikan ibadah haji (12/2021)
[2] HR Al-Tirmidzi
[3] Usman Al-Hanafi Al-Madhari. Al-Tafsir Al-Madhari (Darul Kutub Al-Diniyah-Beirut, tahun 1991 M), jilid 1 halam 50
[4] Al-Qurtubi. Al-Tadzkirah bi Ahwali Al-Mauta wa Umuri Al-Akhirah (Maktabah Dar Al-Minhaj- Al-Riyadh, 1425 M), Jilid 1, hlm 985

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *