Press ESC to close

Melalui MOV, Puluhan Gen Z Nyatakan Siap Menjadi Amil

Malang – 31 gen Z menyatakan siap menjadi Amil. Hal itu mereka utarakan dalam kegiatan Masa Orientasi Volunteer LAZIS Sabilillah Sabtu-Ahad, 9-10 November 2024 di Benjor Pine Camping Ground, Tumpang, Kabupaten Malang.

Selama dua hari, peserta diberi ilmu seputar; pengenalan Yayasan Sabilillah, lembaga amil zakat dan shodaqoh, serta pengenalan tentang dunia ke relawanan. Tak hanya mendengarkan mereka juga terlibat dalam focus group discussion tentang trobosan program pemberdayaan. Selain itu, mereka juga belajar tentang kekompakan dan Kerja tim melalui outbound serta jalan-jalan malam.

Salah satu peserta yang berkesan ialah Intan Musdzalifah Latif, mahasiswa asal Bali yang kini memantapkan hatinya untuk berada di LAZIS Sabilillah Malang.

“Perjalanan ini bukan sekadar menyeberang pulau, tapi menyeberang ke hati orang-orang yang membutuhkan,” ungkap

Dengan semangat tinggi, ia bergabung sebagai volunteer dalam program orientasi organisasi sosial tersebut, meninggalkan kenyamanan tanah kelahirannya untuk sebuah misi kemanusiaan.

“Saya ingin lebih dari sekadar penonton dalam perubahan sosial,” kata Intan dengan mata berbinar. Ia terinspirasi oleh visi LAZIS Sabilillah yang memberdayakan masyarakat lewat zakat, infak, dan sedekah.

“Meskipun saya berasal dari Bali, saya merasa tanggung jawab ini melampaui batas geografis,” tambahnya.

Bagi Intan, pengalaman ini adalah investasi masa depan. “Saya ingin membawa pelajaran dari Malang untuk diterapkan di Bali, menghidupkan semangat gotong royong yang lebih terstruktur di komunitas saya kelak,” ujarnya penuh keyakinan.


Dari angin pantai Bali hingga hiruk pikuk Malang, perjalanan ini menawarkan lebih dari sekadar pemandangan berbeda. Intan menyaksikan langsung bagaimana LAZIS Sabilillah menjembatani harapan masyarakat kecil dengan program pemberdayaan.

“Jarak geografis tidak mengurangi semangat saya, justru semakin membara,” tuturnya.
Namun, bukan tanpa tantangan. Intan harus menyesuaikan diri dengan perbedaan budaya antara Bali dan Jawa.

“Cara komunikasi di sini lebih formal, tapi saya anggap ini sebagai peluang untuk belajar budaya baru,” katanya. Ia percaya, keberagaman ini adalah modal besar untuk menciptakan harmoni dalam gerakan sosial.

Sebagai volunteer, Intan membawa perspektif unik. Ia bermimpi menggabungkan tradisi sosial Bali dan Malang dalam satu platform inklusif.

“Saya ingin menciptakan sinergi antara organisasi berbasis Hindu dan Islam untuk proyek sosial seperti pendidikan dan kesehatan. Ini bukan sekadar mimpi, tapi langkah nyata untuk keberlanjutan,” tegasnya.

Intan percaya, gerakan sosial Islam harus menjangkau seluruh pelosok Indonesia, termasuk daerah dengan komunitas Muslim kecil seperti Bali. Dengan teknologi dan kolaborasi lintas daerah, ia yakin program sosial dapat menjangkau lebih banyak penerima manfaat. “Saya berharap kita bisa membangun masyarakat yang mandiri, bukan hanya bergantung pada bantuan,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *